CINTA DITOLAK, GADIS INI NEKAT HAFAL AL-QUR’AN



Oleh: Nur Anshari

Suatu siang, di sebuah kantin “Asy-Syifa” fakultas pertanian Universitas Pancabudi

“Fona, pulang kuliah ini temeni aku ke pantai yuk. Aku suntuk banget ni, kuliah pulang kuliah pulang. Tapi sebenarnya bukan itu sih yang pengen aku cerita, aku lagi dilanda “jatuh cinta”. Kira-kira dia suka ma aku gak ya?”

 “kamu kan udah aku ingatin, masuk sana ke pengajian-pengajian gitu, datengi ustazah, ruh kamu lagi sakit tuh bukan jauh cinta yang seperti kamu bilang ke aku. Sakit ruh itu obatnya ilmu agama, dekati Allah. biar gak rapuh kayak gini. ” Saran Misha

“aku gak sakit ruh kok? Wajar toh jatuh cinta?”

“memang wajar, fitrah manusia bahkan. Jatuh cinta itu fitrah, menjaganya itu wajib. Ingat Sha, wajib! Alias kamu untuk saat ini belum bisa dikatakan boleh merasakan lebih rasa jatuh cintanya kamu, tapi harus kamu jaga, kunci dulu hati kamu.”

“lho? Kok gitu sih, aku rugi curhat sama kamu, Fona, kamu gak nyambung, aku cabut ya. Ada kelas. Udah biar, aku bayar aja.”

“Sha, sha, sha, …”

Dan Shasha pun berlalu pergi meninggalkan Fona sendiri di kantin.

“aku salah ngomong ya? Tapi, emang benar kok. Aku Cuma mau menjaga supaya sahabat aku gak terperosok ke dalam dosa.”

Sore harinya, Shasha benar-benar melakukan hal yang diluar dugaan Fona, Shasha mencari tahu, lelaki idamannya itu, yang telah membuatnya jatuh cinta. Mulai dari no,hp, alamat rumah, tempat nongkrongnya, dan siapa aja cewek yang deket sama dia.

Jadinya, Shasha tahu lengkap tentang laki-laki yang  Namanya David. Dia anak tingkat III jurusan Teknik Sipil, perawakannya oriental, dia juga semangat dan termasuk mahasiswa yang berprestasi. Diluar dugaan Shasha, David ternyata juga sudah lama melihat gerak gerik shasha.Feri yang bilang, saat Shasha mendekatk temannya Davd untuk mencari tahu tentangnya. Feri bilang, David pernah bilang pengen kenal sama yang namanya Shasha mahasiswi yang cerdas di fakultasnya, bahkan se-universitas, tak ada satupun mahasiswa yang tak mengenalnya.

Hubungan antara Shasha dan David pun terjalin. Pertama-tama david memendam rasa lebih sebatas kagum pada Shasha. Tapi, lama kelamaan, rasa yang lebih itu semakin dibuai dan dibuai. Memang, Shasha itu termasuk gadis yang beda, begitu ungkap David saat mereka bertemu sesekali lewat di depan ruang kuliahnya. Sengaja lewat, biar bisa tegur sapa.

Fona tahu tentang hubungan Shasha dan David. Hubungan yang tidak jelas kemana arahnya. Karena dengar-dengar David sedang ikut pertukaran mahasiswa ke Tokyo, Jepang dalam setahun ini. Fona mencoba menyelamatkan temannya.

Sepulang kuliah

“Sha, kamu udah jadian sama David?”

“Gak kok Fona, aku Cuma temanan aja.”

“bohong kamu.”

“emang apa urusan kamu?”

“oke, fine. Aku jamin, sebulan lagi, David bakal tinggalin kamu.” Aku sahabatmu Sha, aku tahu apa yang terbaik buatmu. Kamu tu pinter, david juga pinter, tapi bukan priorotasnya David untuk menikah sekarang. Dia belum siap.”

“gak, aku yakin kok dengan jalan yang aku pilih ini. Kamu urus aja urusanmu sendiri. Aku gak marah sama kamu.”

“aku akan tetap menerimamu, walaupun kita bertengkar gini, aku tetap sahabatmu, kalau ada apa-apa kamu segera hubungi aku ya,”

“ia, kalau sempat.”

Shasha pergi berlalu meninggalkan Fona.

Sebulan berlalu semenjak pertengkaran itu, sebulan berlalu juga David pergi meninggalkan Shasha dengan luka perih tiada tara.

Dengan perpisahan yang begitu menusuk hati. Suatu siang setelah Fona menasehati Shasha, Feri datang memberikan surat dari David.

“Shasha, aku tak pernah mencintaimu. Aku ingin mengakhiri hubungan yang tidak jelas ini. Aku akan menikah dengan seorang wanita pilihan orang tuaku. Mungkin aku akan pindah ke Tokyo, dan semoga kita tidak bertemu lagi. Karena aku tidak merasakan apa-apa denganmu.”

Setelah membaca surat itu, Shasha pingsan di kampusnya. Teman-temannya bertanya-tanya apa gerangan dengan Shasha? Shasha dibawa ke rumah sakit sebab tidak siuman-siuman.

Sesampai di rumah sakit.

“bu, anak ibu mengidap penyakit Tipes. Ditambah lagi, dia banyak fikiran. Fikiran yang terlalu berat bisa menyebabkan sarafnya tegang dan berakibat penyakitnya yang lain kambuh lagi. Lebih baik untuk sebulan ini, Shasha dipindahkan ke tempat yang jauh dari keramaian. Untuk menenangkan fikirannya.”

Fona tau tentang kejadian itu, fona segera berlari ke rumah sakit.

Ketika Fona datang, Alhamdulillah Shasha sudah siuman.

Fona memeluk sahabatnya itu, aku tau Sha, itu bukan salahmu.

“Jatuh cinta itu lumrah. Aku ini sahabat yang kurang keras melarangmu. Mafkan aku ya,”

“aku ingin pergi ke Ma’had As-Sunnah Fona, daftarkan aku untuk menjadi salah satu santri tahfizh, aku ingin menghafal al-Quran Fona.”

“subhanallah. Allaahu Akbar. Ia, ia, untuk urusan semuanya biar aku yang tangani. Aku punya paman yang menjadi ustaz, dan beliau memiliki istri yang juga mengajar disana. Nanti kamu biar dibimbing sama tanteku aja. Aku boleh tahu, kenapa tiba-tiba kamu ingin menghafal al-Quran?”

“aku bermimpi Fona, aku berada di sebuah gua yang gelap. Aku mencari-cari cahaya. Tak ketemu, kemudian aku menyerah. Dan aku menangis. Saat itu aku ingat sama nasihat-nasihat kamu untuk ngaji-ngaji dan ngaji. Aku baca surat Al-Ikhlas, Al-Falaq, dan An-Nas. Kemudian cahaya terang menuntunku. Alhamdulillah aku bisa keluar, kemudian aku bertemu dengan David, ia benar, David. David bercerita padaku, Shasha, aku bukan pemuda yang baik untukmu, aku terlalu mencintaimu makanya aku meninggalkanmu, semoga kita bisa sama-sama bersatu hingga ke syurga nanti.”

“subahanallah, aku tak pernah mendengar kejadian ini. Shasha, kamu sudah dipilih untuk jadi wanita shalehah yang insyaAllah akan menghafal al-Quran.”

“aku tak tahu apa arti tabir mimpi itu. Yang jelas, aku seperti mendapat hidayah dari Allah untuk menjadi salah satu penghafal Al-Quran. Aku berusaha melupakan David, Fona. Karena Allah. Ia, Karena Allah.”

Tiba-tiba Feri datang menjenguk Shasha.

 “Fona, aku besok harus pergi ke Ma’had itu, segera ya. Segera.”

“baik-baik Sha,. Kamu yang sabar ya. Aku selalu mendoakanmu.”

Fona mengambil non aktif kuliah selama satu tahun. Ia ingin focus menyelesaikan hafalan Al-Quran.

“ya Allah, mudahkanlah aku untuk melupakannya, aku ingin menjadi salah satu tamu-Mu.  Setahun sudah berlalu, Fona mendapat telpon dari Shasha.

“Fona, besok daftarkan surat aktif kuliah aku ya sama Bang Aji di kampus.”

“lho? Kamu udah pulang Sha? Kapan? Subhanallah Ustazah kita sudah ada di sini.”

“alhamdulilah. Besok kita ketemu di tempat biasa ya.”

“oke.”

Esoknya,

Fona, kamu tahu, selama di Ma’had aku sering menangis. Kenapa aku dulu tidak mendengarkan nasihatmu untuk mengaji. Aku bahagia bisa mendekatkan diriku sama Allah. Aku gak mau jatuh cinta lagi kayak dulu. Hafalan Al-Quran ini akan menjadi pengikatku untuk terus berada di jalan yang diridhai Allah.”

“ia, Sha tapi, ada satu hal yang belum kamu ketahui. Aku tidak memberitahukannya denganmu karena kau ingin kamu focus menghafal.”

 “apa itu?”

“David, sudah meninggal. Saat setahun lalu ia pulang, Kereta api yang ditumpanginya mengalami tabrakan maut dengan kereta api yang tiba-tiba berada di jalur yang sama. Semua penumpang tewas di tempat. Termasuk David yang mau pulang ke kampungnya.”

“innalillahi wainna ilaihi raji’uun..”

Shasha menangis dengan sedihnya.

“Sudah, jodoh, takdir, dan maut sudah Allah yang atur di lauh mahfuzh, kamu harus menerimanya.”

“ia, Fona, aku teringat dengan mimpi itu. Aku gak sampai terfikir akan benar-benar terjadi bahkan dengan secepat itu.”

Sekarang, kamu sudah hafal berapa juz?

Sambil membersihkan pipinya dari air mata. Alhamdulillah 30 juz Fona.

“Alhamdulillah, semoga kamu dapat jodoh yang terbaik ya. Aku sayang sama kamu karena Allah. Aku juga saying sama kamu Fona, my best Friend.”



Komentar