Oleh: Nur Anshari
Aku ingin mencuri perhatianmu. Curi pandangan
kepadamu. Bahkan ingin mencuri hatimu. Aarghh… perasaan apa ini? Saat jumpa dia
deg-deg jantung, kayak baru siap skot jam. Kalau gak jumpa dia, bayangan
wajahnya ada di mana-mana. Di ruang tamu, di dapur, di meja makan. Duniaku jadi
hanya sekotak pandangan dan fikiran tentangnya. Apa begitu sulit merasakan yang
namanya benih-benih cinta? Apalagi bagi gadis miskin sepertiku?
Di ujung sana, pojok kampong Mekar Wangi.
Akulah gadis yang diilustrasikan di atas. Gadis berparas biasa saja,
berkehidupan sederhana, berkulit sawo matang, tak pinter-pinter amat. Dibilang
muda, aku masih gadis belia yang putus kuliah. aku punya wajah
yang tidak bisa dikategorikan cantik karena berat badanku yang sedikit melebar.
Aku hanya gadis kampung yang bermimpi menjadi gadis kota. Episode kehidupan
membawaku bertemu dengannya. ia dengannya.
Suatu siang, saat pertemuan tak terduga itu.
Ada beberapa orang anak-anak muda berseragam biru sedang bersihin sawah pak
Kades. Aku sedang bersihin sawah bapakku.
“Bro semua, kita main- main ke sungai yok.
Penat gue di sawah mulu!” ajak Edo, salah satu mahasiswa KKN dari perguruan
Tinggi.
“pas banget, gue juga lagi gerah ni.” Jawab
Hengki.
“kayaknya gue kerasa adem di sini. Di sini
gue bisa dapat inspirasi menulis!.” gue di sini aja. Jelas Mike
Dalam hati aku berbisik, “tumben ada anak
baik satu, mau nulis lagi.” Eh pemirsa!,aku gak nguping ya! Kebetulan aja aku
lagi di sawah samping mereka. beneran! Awas kalau nuduh aku nguping pembicaraan
orang. Sempat aku lihat wajah laki-laki itu. Dia bawa satu buku, sambil jalan
menuju gubuk di sawah pak Kades. Putih kulitnya, keren gayanya, khas anak kota
lah. Adem… siang-siang ada pemandangan indah di kampung ini.
Huft,,, capeknya. Aha, saatnya makan snack yang
aku bawa dari rumah. Tapi, sayang laki-laki itu sibuk nulis, apa dia gak lapar
ya? Aku samperin ah, nawari makanan.
“eh… mas, nuhun, saya ada makanan yang mau
dibagi ke mas.”
Dia yang lagi konsen nulis, eh terkejut.
“oh.ya ya… gak usah repot-repot neng.”
“gak papa mas, sambil nulis kan pasti lapar
perutnya, hehe..”
“hehe.. kalau gak merepotkan makasih ya neng,
eh neng ini siapa namanya?”
“Suminten… nuhun…”
“santun, adem pas denger namanya.”
Aku yang malu dengar pujiannya, langsung
undur diri, salah-salah kikuk di depan anak kota ini. Episode hari ini berakhir
di sini. Tapi, ada embun sejuk gitu di dalam sini. Hati ini. Sedapnye.. rasa
ini. Tapi disebut apa ya? Hidupku jadi lebih semangat ni. Besok ke sawah lagi
lah…
Esok harinya, aku pergi ke sawah lagi.
Mahasiswa-mahasiswa itu pergi gak ya? Pergi aja lah,biar aku bisa lihat muka
dia lagi. Adem…
Di rumah pak Kades.
Duhai engkau belahan jiwa, tunggu aku di
batas waktu. Aku sedang menjaga fitrahku, siapapun kamu, aku akan menjemputmu,
bergandengan denganmu, menapaki perjalanan di dunia dan di akhirat. Untuk ukhti
yang jauh di sana. My future wife.
Mike
“Mike, ngapain serius amat nulis. Nulis puisi
cinta ya?”
“heheh… ada-ada ja lo Do. Gue kan lagi
menulis cita-cita gue. Pengennya…”
“udah gue tau, gak usah lo lanjutin. Si Sifa
lagi nunggu lo tamat kuliah kan”
“hustt… Hengki!”
“gue cabut ya… hahaha…”
Di Sawah,
gak ada ya laki-laki itu. Sepi. Gak adem lagi
di sini. Aku bisa melihatnya lagi besok. Ia, Minten, semangat!”
“eh.. Suminten, matur nuhun… “
“eh.eh.. ia.”
“rajin amat anak gadis desa ini ya.
Siang-siang panas ke sawah.” Sapa Edo
“biasa aja. Udah tugas sehari-hari.”
“gak kuliah neng,? Tanya Hengki.
“kuliah mah mahal mas.”
“mana ada. ada beasiswa lo, bisa bantu uang
kuliah kita.” Sambung Hengki.
“ia, bener neng. Ada beasiswa Bidik Misi
sekarang, jadi gak ada alas an lagi untuk tidak kuliah.”
“aku mau ikut beasiswa Bidik Misi.”
“ia, besok pagi kami tunggu di rumah pak
Kades ya, bawa berkas-berkas ijazah SMA semua.” Jelas Mike
“eh, ia.. tapi siapa nama mas-mas ini.”
“hehe.. ia kami lupa kenalkan diri. Aku Edo,
ini yang putih kayak cina ini Hengki, dan si ganteng Mike.”
“eh. Ia…ia.. aku bilang sama ayah dan mak
dulu ya.”
“ia, kami tunggu besok pagi ya. Karena kami
besok siang balik ke Jakarta.”
“ia mas.”
Aku berlari pulang ke rumah. Setelah permisi
dengan laki-laki itu. Sesampai di rumah.
“ayah.. mak.. Suminten bisa kuliah, ayah Mak
gak perlu khawatir tentang uang kuliah.”
“Alhamdulillah, nak. Kamu anak yang baik,
pinter, ayah boleh tau gimana dengan uang kuliah, siapa yang tanggung?”
“ia nak, mak gak mau anak mak berlaku tidak
sopan hanya demi kuliah.”
“gak mak, ini beasiswa bidik misi, gak perlu
pusing mikirin biaya. Gratis mak.”
“Alhamdulillah… nak, kamu anak yang baik,
selalu bantu orang tua, dan sekarang kamu bisa kuliah.”
“ia, mak dan ayah yang sangat suminten
sayang, minten mohon restu.”
“ia.. restu dan doa mak dengan ayah selalu
untuk minten satu-satunya anak kami.” Peluk tangis mak dengan ayah.
Esoknya
“ia berkas-berkas lamaran beassiwa sudah
lengkap Suminten. Berdoa saja, pengumumannya awal bulan depan. Kami pergi dulu
ya. Akan kami kirimkan hasilnya.”
“matur nuhu… Mas Edo, Hengki, dan Mike.
Minten gak sanggup bales apa-apa. Ini Minten ada buatkan bekal di perjalanan. Moga
bisa dinikmati.”
“aduh… Minten repot-repot.”
“mahasiswa-mahasiswa ini sangat rajin, baik
hati, dan sopan, moga segera nemu jodoh ya di Jakarta sana.” Kata pak Kades
yang selama ini memantau penelitian mahasiswa ini selama KKN di kampung Mekar
Wangi.
Aku mengantar mereka menuju stasiun Kereta ke
Jakarta. Sambil lambaikan tangan melepas mereka. Perasaanku pada laki-laki yang
menulis di gubuk sawah itu telah tergantikan sama mimpi mengejar cita-cita jadi
sarjana. Wah… aku bisa jadi mahasiswa. Kayak mereka.
Mike yang mengurus semua pendaftaran
Suminten. Kadang juga dibantu Edo, tapi hanya sebentar karena Edo juga sibuk
mengerjakan penelitian mereka. Jadi, Hengki yang membantu Mike. Kadang-kadang
Mike yang menjumpai dosen-dosen yang akan merekomendasikan Suminten. Lelah
memang. Tapi, ntah ada kekuatan apa, Mike tidak menyerah. Mike terus berusaha
agar Suminten bisa kuliah. Gak tau apa. Rasa apa itu. Ntahlah.
Mike dapat telpon dari kekasih pujaannya,
calon isterinya.
“haloo.. Assalamu’alaikum.”
“wa’alaikumsalam… Mike, ini Bapak.”
“ia, Bapak. Sifanya kemana,?”
“Sifa, sudah pergi meninggalkan kita untuk
selama-lamanya. Sifa meninggal karena kecelakaan pesawat tadi pagi, saat dia
mau pergi ke London.”
“Mike … Mike…”
Brak… Mike pingsan. Beberapa orang yang
melihatnya jatuh ke lantai depan ruangan Prodi segera membangunkannya. Mas..
mas…
Mike sadar, di sampingnya telah ada Edo dan
Hengki.
“Antarkan aku ke rumah Almrh. Sifa,”
“ia Mike,”
Mike ke rumah duka. Sedih haru di sana. Orang
tua calon istrinya melepas kepergian anaknya dan Mike. Melepaskan Mike dengan
segala janji yang akan dilakukan. Karena takdir mengatakan lain. Mike yang
bersedih hati pulang dengan hati tercabik-cabik.
Ia begitu mencintai Sifa. Berhari-hari Mike
tidak keluar rumah. Bahkan hanya berdiam diri di kamar. Seminggu kelakuan Mike
begitu. Berulang kali Edo dan Hengki nelpon dan ke rumahnya. Tapi tak dibuka
pintu oleh Mike. Orang tua Mike saat ini sedang di luar kota. Berkas-berkas
Beasiswa Bidik Misi Suminten tinggal satu hari lagi penutupan pendaftaran. Mike
mau menyerah. Tak mau mengurus itu lagi.
Tapi, semacam kekuatan datang. Mike tidak
paham akan dirinya sendiri. Tiba-tiba ia bangkit. Merapikan dirinya. Mengambil
berkas Suminten dan menyelesaikan semuanya hari itu juga. Ia, semua yang
dimulai harus diakhiri. Setelah selesai dan final mengurus berkas Suminten.
Berhasil. Setelah itu, bayangan Sifa mulai menghilang, digantikan oleh bayangan
gadis desa itu, ada gerangan apakah ini?
Sebulan setelah berkas diterima. Pengumuman
deg-degan itu hadir. Suminten lulus atau tidak?
Mike pergi ke kampus. Melihat papan
pengumuman. Apa mungkin sudah ditempel? Alhamdulillah ternyata sudah. Melihat
nama-nama itu, mencari namanya. Suminten… Suminten… no. 78 Jurusan Seni dan
Sastra Universitas Indonesia Suminten. LULUS.
Di pojok desa Mekar Wangi.
Pangeran
itu apa kabarnya? Akankah ia akan menjemputku dengan kuda putihnya? Aku akan
menunggu di gubuk sawah ini. For my future husband.
Suminten
Pak Kades datang ke rumah orang tua Suminten.
“Assalamu’alaikum. “
“Wa’alaikumsalam, masuk pak Kades.”
“ia pak, ini pak ada kabar gembira dari
Jakarta.”
“apa itu, Pak Kades?"
"Alhamdulillah, doa bapak ibu terkabul, anak bapak Suminten telah lulus beasiswa Bidik Misi ke UI di Jakarta. Semua biaya akan saya tanggu terlebih dahulu sebelum pencairan dana dari sana.”
"Alhamdulillah, doa bapak ibu terkabul, anak bapak Suminten telah lulus beasiswa Bidik Misi ke UI di Jakarta. Semua biaya akan saya tanggu terlebih dahulu sebelum pencairan dana dari sana.”
“ia pak. Ini benaran pak? Alhamdulillah… Mak e… Suminten… Sini ada kabar gembira,”
“Minten lulus teh, ke Jakarta. Kuliah. Jadi
Sarjana. Orang Pinter. Semua terucap oleh ayah. Tak sangka kita orang kampung
dan miskin, tapi bisa anakku bisa kuliah. teriak bapak dengan haru birunya.
"Semua akan saya urus, perlengkapan dan apapun yang
diperlukan." Seru Pak Kades.
Suminten ditemani pak Kades dan isterinya. Karena sekalian menjenguk anaknya yang di Jakarta.
Suminten ditemani pak Kades dan isterinya. Karena sekalian menjenguk anaknya yang di Jakarta.
Suminten pun tinggal dengan anaknya pak Kades
di Jakarta. Anaknya Pak Kades kebetulan adalah dosen di UI juga. Anak pak Kades telah lama tinggal dan berkeluarga di Jakarta. Hari-hari
berlalu. Suminten berharap bisa berhasil kuliah dengan predikat Culmloud. Ia
sungguh-sungguh belajar. Pergaulan yang tidak baik segera ia hindari. Belajar
yang tekun. Teringat dengan orang tua yang di kampung. Empat tahun kuliah
terasa singkat dilewati.
Apakah takdir akan mempertemukan Suminten
dengan jodohnya? Ternyata ia, suatu Siang, saat Suminten sedang mengurus
persiapan Sidang, tiba-tiba saat membawa
buku begitu banyak untuk Sidang besok, Suminten tak sengaja menabrak seseorang
yang baru keluar ruangan.
“Brak…” mereka tertabrak bukunya jadi jatuh
berserakan.
“Maaf, mbak, saya ndak lihat. “ pas menoleh
ke seseorang itu. “Suminten!”
“Mas Mike!”
Pertemuan itu mengantarkan mereka pada kata
yang indah. Seminggu setelahnya. Mike ingin mengutarakan lamarannya pada
Minten. Saat itu, MInten sedang di kampung. Mike pergi ke kampungnya. Meminta
restu pada orang tua Mike. Setuju. Sebulan sesudah Sidang skripsi Suminten.
Akad Ijab Kabul digelar. Disambut walimahan di rumahnya Suminten. Sah sudah. Takdir mempersatukan mereka.
Takdir, tidak ada satu manusia pun yang mengetahuinya. Bahkan
takdir juga bisa diubah oleh Yang Maha Menakdirkan. Allah swt.. Sebab itu, janganlah
resah bila ia belum datang menjemputmu. Tunggulah dengan sabar dan taqwa.
Kelak, di masa yang akan datang ia akan dihadirkan untukmu dengan situasi dan
kondisi yang tidak diduga-duga. yang akan membuatmu lebih bahagia dan bermakna.
Nur
Anshari Law
hm hm... keep writing kk!! happ blogging.. yuhuuu.... :D
BalasHapuskk blog adek skrg wordpres,, yg dlunya blogspot jg... dh hilang g bs bka lg emailnya dn lup sm pasword hihi,,
BalasHapushehe.. oke adek
BalasHapushehe.. oke adek
BalasHapus