Oleh: Nur Anshari
Perkataan adalah doa,
suka banget dengan kata ini. Kata yang masuk ke dalam relung hati, pikiran, dan
perbuatanku. Kisah yang akan aku ceritakan kali ini merupakan kisah nyata.
Kisah seorang gadis yang pendiam, lugu, dan penyendiri, serta tak pandai
bergaul kemudian dengan keberanian, dan dukungan keluarga dan temannya ia
berhasil meraih cita-citanya.
Sebut saja gadis itu Bunga. Ia semenjak SD mempunyai banyak
talenta. Jiwa kepercayaan diri muncul dalam dirinya. Sifatnya yang periang,
ramah, dan mudah senyum menjadi kesenangan teman-temannya ketika bersamanya.
Alhasil, dia pun jadi banyak teman.
Seiring berjalannya waktu, Bunga sudah tamat SD dan harus masuk
SMP. Inilah saat dimana sifat Bunga mulai berubah. Teman-teman SDnya tidak
melanjutkan ke tingkat SMP, tetapi lebih banyak yang masuk pesantren. Bunga
sendirian masuk ke SMP Negeri. Ia merasa sepi. Tak punya teman. Jadilah Bunga
tak pandai bergaul, sebab di SMPnya anaknya berasal dari keluarga kaya. Anak-anaknya
pun pintar-pintar. Bunga jadi minder dan memilih untuk menyendiri.
Di kelas satu SMP, asli. Bunga tak berani menegur teman sekelasnya.
Bahkan untuk sekedar meminjam pulpen yang sudah macet pun Bunga tak berani.
Akhirnya, ada teman yang baik hati mengajak Bunga berteman. Sebut saja Rini.
“Bunga, sini gabung sama kami.” Ajak Rini
“hmm… apa?”
“ia, gabung duduk di sini.” Sambung Anisah.
“kok sendiri di sana Bunga, sini yuk.” Ajak Melan
“iiiyyaa..”
“eh, tadi bu Guru suruh kita buat drama lho? Kamu bisa buat Bunga?”
Tanya Anisah
“bisa,”
“kalau gitu, kita kerja kelompok di rumah aku yuk. Kamu mau kan
jadi teman kelompok kami, Bunga?”
“mau.”
Rupanya, perkenalan itu membawa petaka. Rini dan teman-temannya
hanya memanfaatkan Bunga saja. Bunga yang membuat semua kerjaan sekolah.
Sementara mereka ngerumpi, gossip, de el el.
Saat jam istirahat, Bunga pergi ke kantin sendirian. Rini dan
teman-temannya sibuk dengan Hp dan the genknya, Bunga tak sedikitpun dipedulikan
apalagi diajak.
Bunga sendiri lagi, ia sudah biasa. Tak ada teman juga tak apa-apa
pikirnya. Hingga tiba saatnya naik ke kelas dua SMP. Begitu lagi, Bunga masih
susah bergaul dengan teman-teman di kelas dua. Karena siswanya berbeda dari
kelas satu. Tidak sama.
Lalu, perjalanan Bunga mencari teman bisa berhasil di kelas dua?
Bisa. Ada teman baik hati dan benar-benar baik hati yang mau berteman
dengannya. Sebut saja Sri. Sri mendapat bangku yang sama meja dengan Bunga.
Jadinya mereka berteman. Sri banyak memberikan warna dalam hidup Bunga. Sri tak
hanya baik, ia yang juga mengajak Bunga berteman dengan beberapa teman di kelas
itu. Kayak Silmi, Kiki, Beril, dan Jufan. Campur ada laki-laki juga. Seperti
Heru, Judika.
Hidup Bunga jadi lebih berwarna dan seru. Suatu ketika, guru
memberi tugas membuat drama bebas. Bunga diajak sama teman-temannya bergabung
dalam kelompok. Dengan senang hati Bunga mau. Dramanya rencananya dibuat di
rumah temannya, Sri. Bunga setuju. Mulai dari semuanya dikerjain bareng-bareng.
Ini baru kelompok yang solid. Bunga bahagia bisa menjadi teman mereka.
Ketika hari penampilan drama diadakan di kelas itu. Semua
teman-teman Bunga memperhatikan acting Bunga dalam drama. Guru juga. Dramanya berkisah
tentang sekolahan. Ada guru dan murid. Bunga diberi peran sebagai guru. Bernama
bu Nur. Kenapa bu Nur menjadi peran yang dimainkan oleh Bunga? Sebab nama bunga
yang asli adalah Bunga Nur Cahyani. Sifat Bunga yang kalem juga pendiam tapi
tegas sangat cocok menjadi sosok ibu, apalagi namanya juga ada Nur-nya yaitu Bu
Nur.
Dramanya fantastis. Bunga menjadi sorotan guru yang handal dan
baik. Bu Guru juga memuji acting Bunga dan teman-temannya. Kata bu Guru, bu Nur
yang dimainkan oleh Bunga adalah sosok guru yang tegas tapi juga ramah, akting
Bunga cukup natural. Sejak saat itu teman-teman Bunga memanggil namanya dengan
Bu Nur. Bukan lagi Bunga. Ia hanya tersenyum saja dipanggil begitu. Senang. Tak
apa-apa.
Pertemanan diantara Sri, Bunga, dan the CS lainnya semakin akrab.
Hingga naik kelas tiga. Bahkan sampai di Sekolah Menengah Atas, mereka satu sekolah.
Alhasil, panggilan Bu Nur terus saja menempel hingga bangku SMA. Bunga tak
pernah mempermasalahkan itu. Bahkan julukan Bu Nur seperti vitamin yang
membangkitkan semangatnya menjadi seseorang guru atau lainnya. Yang jelas,
julukan Bu Nur itu bukanlah ejekan/sindiran. Itu merupakan doa.
Waktu terus berjalan, Bunga semakin bertambah usia, tentu saja
pendidikannya terus berlanjut. Bunga mendapat beasiswa Bidik Misi ke
Universitas di ibu kota provinsi. Orang tua, kakak, abang, adiknya, sangat
senang. Apalagi Bunga. Ia berjuang sungguh-sungguh di perantauan. Julukan Bu
Nur tak sampai terbang ke sana. Karena tak ada satu orang pun teman yang
merantau. Bunga sendirian. Tapi ia tidak merasa sendiri. Julukan Bu Nur masih
ia ingat selalu. Takkan pernah lupa. Walaupun tak bersama teman-temannya lagi.
Pertengahan 2015
Ini sudah masuk tahun 2015, bahkan udah pertengahan tahun pula.
Berarti sudah setahun berjalannya waktu setelah kepulangan Bunga dari
perantauan kembali ke kampong halamannya. Bunga senyum-senyum sambil berjalan
menuju suatu tempat. Ketika sampai ia berhenti sejenak. Menghirup udara pagi
nan bersih. Bunga berdiri tepat di depan sebuah gedung. Ada satu orang yang
menegur ketika melihatnya.
“bu Nur…. Hari ini bisa masuk lebih awal bu ke kelas kami? Karena
dosen kami jam pertama gak bisa masuk.”
“Bisa, InsyaAllah. Ibu masuk 10 menit lagi.”
“terimakasih bu.”
“sama-sama”
Sstt… kalau ada teman-teman yang mendapat julukan yang bagus,
aamiinkan aja ya. Mana tau itu doa. Seperti kisah bu Nur.
*semua nama dikisah
ini adalah nama samaran. Kalau ada
kesamaan nama itu hanya kebetulah
belaka.
*kisah nyata
Komentar
Posting Komentar