“Selamatkan anak saya dokter. Hanya dia satu-satunya alasan saya hidup di dunia ini.” Tangis sang bapak
ketika mendengar penjelasan dokter.
“kami
akan melakukan yang terbaik untuk keselamatan anak bapak. Tolong biarkan kami
yang menangani anak bapak. Bapak istirahat saja dulu. Sudah dari semalam bapak
belum tidur.” Penjelasan dokter lebih menenangkan bagi bapak itu.
Bapak
Heri adalah nama bapak itu. Seorang laki-laki yang bekerja disebuah perusahaan
terkenal di kota Surabaya semenjak tahun 2009. Menikah dengan seorang gadis
asli Surabaya setahun setelahnya. Keluarga kecil ini dianugerahi seorang putri
yang cantik tahun 2011. Bernama Inka Putri. Putri adalah nama isteri bapak
Heri.
Putri
yang baru saja tamat dari kuliah strata satunya di sebuah perguruan Tinggi
swasta di Surabaya tahun 2011. Ia mengambil tekad harus bisa menghafal Quran.
Program tahfizh pun ditekuninya setelah menyelesaikan kuliah. Tiga bulan
berjalan, satu juz telah dihafal, tak
hanya itu ia juga fokus menulis buku. Hobi yang dijadikannya sebagai profesi.
Semenjak kuliah pun, ia sudah menerbitkan beberapa buku antologi. Putri pun
mulai serius menata masa depannya. Menulis buku solo. Saat buku solo pertamanya
lanching, ia bertemu dengan seorang laki-laki baik yang saat itu sedang
mengikuti lanching bukunya. Laki-laki itu berniat mengajaknya ta’aruf.
Enam
bulan kemudian, hubungan berlanjut ta’aruf kepada keluarga dan prosesi lamaran.
Dan akhirnya Putri dengan meminta kekuatan dan keyakinan dari Allah menerima
lamaran laki-laki itu. Ia bernama Heri. Jadilah pernikahan sederhana digelar.
Putri kembali melanjutkan aktifitas menulis dan menghafal al-Qur’an. Allah
meridhai hubungan yang berjalan sesuai dengan titah dan syari’at-Nya. Setahun
setelah menikah, Putri melahirkan anak perempuan. Sepakat Heri dan Putri
menamainya Inka Putri.
Harapan
Heri dan Putri untuk buah hati mereka, agar kelak bisa jadi anak yang shalehah,
pinter ngaji, pinter sekolah, cantik kayak ibunya, dan hafizah. insyaAllah.
Karena aktifitas Putri hanya dirumah berkutat dengan naskah dan laptop, ia bisa
mengurus Inka dengan baik. Heri pun sepulang dari kantor ikut membantu Putri.
Suami-isteri ini bagi-bagi tugas. Jika Heri melihat isterinya sudah kelelahan
mengurus naskah buku dan Inka, ia membantu isterinya membersihkan rumah. Tanpa
disuruh isterinya, Heri bahkan membantu isterinya menyapu rumah, membersihkan
kamar.
Tapi,
Putri juga tak ingin membuat suaminya lelah sepulang kerja, ia pun membuatkan
masakan-masakan yang disukai suaminya. Walau tak sempat membersihkan rumah,
setidaknya setelah suaminya membantu membersihkan rumah, ada makanan yang bisa
dijadikan sogokan jika suaminya capek. He he he siasat istri.
Sepulang dari kantor,
“ayah, udah pulang. Nih mama lagi sulangin makan Inka, Yah. Lucu si Inka, mama sulangin makan, malah dimuncratin-muncratin ke muka mama. Dengan senang hati mama balas aja dengan ciumin Inka. Eh.. Inkanya jadi mau makan, gak muncratin lagi.”
“ia, ma. Ayah cium Inka juga lah, “
“jadi, sekarang, Inka udah genap lima bulan 18 hari ayah, udah bisa nangis jika mama ninggalin bentar ke dapur. Nangisnya lucu lho yah, masak nangisnya manggil yaaaahhh.. he hehe he.”
“yang bener ma? Berarti Inka udah pinter manggil nama ayah donk..” si ayah dengan antusiasnya mencium lagi pipi Inka. InsyaAllah anak ayah ini, akan jadi anak yang Shalehah, pinter ngaji, pinter sekolah, dan hafizah kayak mamanya. Aamiin...
“ah, ayah. Mama kan jadi malu. Hehehe. Moga Inka, lebih lebih dan lebih dari mama ya nak...”
“eh, ayah mandi dulu sana. Baunya udah sampai sini.” Sambil menutup hidung, si ayah digandeng pergi ke kamar mandi sama isterinya.
“ia sayang, mau dicium juga kayak Inka?”
“iiih... ayah bauuu...”
Seperti itulah kebahagiaan keluarga kecil itu. Semakin hari semakin cinta. Memulai dengan cinta dan menjalani dengan cinta dan mengakhiri dengan cinta. Serta tak lupa memberi dan menerima cinta karena Allah. Tak ada cek cok rumah tangga. Adem ayem. Bu Putri hanya seorang penulis sekaligus ibu rumah tangga. Ia tak ingin mengambil banyak job diluar. Ia hanya fokus menerbitkan buku dan mengurus anak dan suaminya. Paras bu Putri sangat cantik. Bisa dibilang mirip artis Shireen Sungkar. Bahkan ada yang bilang mirip artis Korea Suzy. Wah. Bisa naik kuping bentar-benar Putri jika disama-samain terus sama artis-artis papan atas itu.
Detik
berjalan berkumpul menjadi menit, menit berjalan berkumpul menjadi jam, jam
berjalan berkumpul menjadi hari, hari berjalan berkumpul menjadi bulan, bulan
berjalan berkumpul menjadi tahun, tahun berjalan berkumpul menjadi kumpulan
tahun. Kumpulan tahun itu berbilang lima tahun. Kondisi Putri sedikit demi
sedikit menurun. Kondisinya berawal dari pingsan biasa, saat sedang memasak.
Saat itu, hari Minggu. Heri bertugas membersihkan rumah, Putri memasak, dan
Inka bermain. Umur Inka sudah lima tahun. Saat berdiri di dapur, kepala Putri
tiba-tiba terasa pusing. Dunia berputar. Hitam. Dan bruk!
Heri
yang sedang membersihkan taman, masuk ke dalam rumah. Memanggil isterinya.
“Mama...
mama... Inka, main-mainnya hati-hati ya sayang. Mama mana?”
“mama,
lagi masak ayah.”
“Inka,
bentar lagi makan ya nak. Ayah mau bilang sama mama biar masak yang enak untuk
Inka.”
“ia
ayah. Masakan mama memang paling enak sedunia.”
“ma..
ma..astaghfirullaha... ma.. ma...”
Tanpa
pikir panjang lagi. Heri langsung menggendong isterinya ke dalam mobil, Inka
juga masuk. Bergegas ke rumah sakit. Setiba di rumah sakit, Putri sudah
berpindah ke kasur Unit Gawat Darurat. Sepertinya ini hal yang sangat gawat.
Inka menangis.
“mama..
mama... ma, ayah. Mama kenapa diangkat ke kasur jelek itu. Dibawa kemana mama
ayah?”
“Inka,
jangan nangis ya sayang. Mama gak kenapa-napa. Mama sedang capek aja. Disuruh
tidur di atas kasur biar capeknya hilang. Dibawa ke kamar yang enak. Biar mama
cepat bisa sama kita lagi.” Bujuk ayahnya.
“tapi,
Inka kan mau disamping mama, ayah.”
“bentar
lagi ya sayang, mama sedang tidur. Kita tunggu aja sampai mama bangun.”
“janji
ya yah, mama akan bangun lagi.”
Satu
jam kemudian, dokter keluar dari kamar yang ada lampu kedap-kedip merahnya.
Lampu itu sudah berhenti berkedip. Raut wajah dokter suram.
“bagaimana
isteri saya dok.”
“kami
sudah berusaha semampunya, ternyata isteri bapak mengidap penyakit leukimia. Kami
tidak tahu penyebabnya apa, secara medis seharusnya jalur penanganan yang kami
lakukan sudah benar. Kami sudah berusaha semampunya. Menyelamatkan isteri
bapak. Tapi, tiba-tiba detak jantungnya berhenti. Isteri bapak sudah dijemput
Yang Maha Kuasa. Semoga bapak dan keluarga bisa sabar menerima cobaan ini.
Ternyata selama ini, beliau sudah sakit, tapi tidak pernah cek up sama sekali.
Apa bapak juga tidak menyadari kalau isteri bapak sakit?”
“ayah,
dokter bilang apa? Mama udah bangun kan?”
“mama,
udah pergi ke syurga nak.”
“apa?
Mama gak ajak Inka pergi yah? Inka mau ikut mama... mama ada di dalam kamar ini
kan? Inka mau ikuuutt.”
“Inka
jangan ikut ya. Inka sama ayah ya. Ayah gak ada kawan kalau Inka pergi. Inka
gak sayang sama ayah.” Heri menangis bersama Inka. Inka berteriak ingin ikut
mamanya.
Suasana
Rumah Sakit terlihat lengang. Padahal sibuk. Tapi bagi Heri dan anaknya saat
itu saat yang paling menyedihkan bagi kehidupan mereka. Orang yang paling
mereka sayangi telah pergi dari dunia ini. Heri masuk ke kamar dan mendapati
isterinya terbaring dengan senyum diwajah. Wajah cantiknya masih saja terpancar
walau disekujur badannya terpasang alat super besar dan canggih. Tak juga bisa
melawan takdir Allah. Orang secantik, sebaik, dan sepintar, dan seshalehah yang
kini terbaring dengan di tempat tidur telah pergi meninggalkan suami dan
anaknya.
Inka
mencium pipi mamanya. Ma, di syurga nanti tunggu Inka ya. Inka akan jadi anak
yang shalehah, jagain ayah, ngafal Quran kayak mama. Inka, gak boleh nangis
didepan mama. Itu pesan ayah. Kami udah janji dengan ayah harus kuat dan
melindungi satu sama lain. Walaupun inka belum ngerti itu apa. Inka akan jaga
ayah mama. Mama baik-baik ya di Syurga.
“Giliran
ayah ya ngomong sama mama. Inka mau duduk-duduk di luar ayah ya. Kayaknya kakek
udah datang. Inka tutup pintunya ya.”
“sayang,
cinta, dan takdir ditangan Allah. Mungkin sudah Allah takdirkan kita berpisah
di sini. Ini sungguh berat buatku. ayah tak bisa menggantikan posisimu dihatiku
sayang. Ayah mungkin takkan menikah lagi. Ayah akan merawat anak kita dengan
baik. Sebaik-baik mungkin ayah akan menjadikannya anak yang cantik, pintar, dan
hafizah sepertimu sayang. Semoga Allah menempatkan tempat yang layak untukmu,
wahai isteriku. Aku mencintaimu karena Allah. Menciumnya dikening. S
Sanak
saudara berkumpul. Berbela sungkawa. Pemakaman digelar. Sudah tujuh hari
berlalu. Hari-hari di rumah yang bahagia kini mulai dibangun sedikit demi
sedikit bahagianya. Sang ayah merawat Inka dengan baik. Menjemput Inka sepulang
dari kantor. Mengantar Inka ke sekolah. Malamnya ia pergi mengaji dan menghafal
Quran. Tempat mamanya dulu belajar menghafal Quran. Sekolah Inka sudah mulai
masuk SD.
Siangnya Inka les tambahan. Tapi, suasana rumah tetap berbeda, jauh
berbeda semenjak mama gak ada.
Inka
tumbuh menjadi anak yang cantik. Di sekolahnya, ia memperoleh juara satu.
Kepala sekolah bahkan memberi hadiah khusus karena Inka bisa menghafal juz 30
lengkap. Hanya satu-satunya murid sekolah itu yang baru kelas satu SD sudah
bisa menghafal juz 30. Kebanggaan lainnya, Inka juga mahir di bidang bahasa
Inggris, bahkan menulis juga jadi jagoannya. Ayah amat bangga pada Inka.
Sampai
suatu ketika, Inka mendapat kesempatan ikut lomba tahfiz. Acara ini digelar
oleh Walikkota Surabaya. Mempertandingkan sekolah-sekolah yang ada di Surabaya.
Berangkatnya siang, dengan mobil sekolah. Supir sekolah dan seorang guru
menemani Inka. Di perempatan jalan, ada sebuah sepeda motor ntah dari mana
datang. Kecepatannya tinggi. Melihat ada kami, ia olengkan setangnya. Malah
semakin kencang kecepatannya, supaya dapat mendahului mobil yang ada dipannya.
Naas. Supir mobil tak sempat mengelak. Panik. Dan membelokkan setir terlalu
kencang dan akhirnya, mobil itu terbalik. Mobil itu adalah mobil yang
ditumpangi oleh Inka dan ibu guru. Darah mengucur.
TELPON
AMBULANCE!!!!
Seruan warga kampung situ berbarengan. Mengerumuni mobil. Dengan sigap mengeluarkan orang-orang yang ada di dalam mobil. Seorang sopir, seorang anak SD, dan seorang ibu guru. Ketiga-tiganya tidak sadarkan diri. Ambulance datang langsung dilarikan ke rumah sakit.
“Selamatkan anak saya dokter. Hanya dia satu-satunya alasan saya hidup di dunia ini.” Tangis sang bapak ketika mendengar penjelasan dokter.
“kami akan melakukan yang terbaik untuk keselamatan anak bapak. Tolong biarkan kami yang menangani anak bapak. Bapak istirahat saja dulu. Sudah dari semalam bapak belum tidur.”
Penjelasan
dokter lebih menenangkan bagi bapak itu. Seorang ayah yang kembali menunggu
dibangku tepat tujuh tahun lalu sejak isterinya meninggal. Ayah berdoa, “Ya
Allah, selamatkanlah anak hamba, hamba tidak memiliki siapa-siapa lagi di dunia
ini, jika Kau mengambilnya sekarang hamba tidak siap ya Allah.”
Beberapa
jam menunggu. Dokter belum juga keluar. Jam sudah menunjukkan pukul 8 malam.
Sembari menunggu, ia sudah mendengar kabar kalau supir dan seorang gurunya
sudah siuman. Hanya geger otak ringan. Bagaimana dengan anakku? Kenapa sampai
sekarang dokter belum selesai menanganinya. Ayah beristighfar, meminta ampun,
meminta keselamatan anaknya kepada Allah. Beberapa menit berlalu. Pintu
terbuka. Lampu kedap-kedip sudah tidak kedap-kedip lagi.
“alhamdulillah, anak bapak selamat. Ia harus dirawat intensif di ruang lain. Ini sedang proses pemindahannya. Bapak, ini kehendak Allah, secara medis seharusnya anak bapak tidak selamat. Karena terjadi patahan yang berbahaya di kepalanya. Tapi, setelah diberikan perawatan beberapa jahitan dan lainnya dari Medis, kami meronsen sekali lagi, tiba-tiba saja Allah memulihkan patahan itu sedia kala. Subhanallah, kun fa ya kun. Terjadi, maka terjadilah. Kami mengira tidak bisa menyelamatkan anak bapak. Tapi, Allah masih memberi anak bapak umur untuk selalu menemani bapaknya. Saya yakin anak bapak anak yang shalehah seperti almarhumah ibunya. ”
“dulu, saya belum sempat kasih tahu bapak. Isteri bapak sempat berpesan sama saya. “dokter, jika saya sudah meninggal, tolong beritahu suami saya, saya menyimpan catatan-catatan yang saya sembunyikan selama hidup saya. Catatan-catatan itu tersimpan di dalam sebuah buku yang saya simpan dibalik bingkai foto pernikahan saya dengan suami saya. Saya selalu menyimpannya di sana. Karena hanya itu tempat yang aman dari jangkauan anak saya Inka. Karena saya merasa umur saya tidak lama lagi. Saya jawab Baik bu akan saya sampaikan tapi, ibu harus kuat dan insyaAllah saya akan melakukan yang terbaik untuk ibu.
Tapi, Allah berkehendak lain, saya yakin isteri bapak merahasiakannya pasti ada alasan, dan Allah kembali mempertemukan kita dengan kejadian anak bapak. Karena semenjak kejadian itu, saya dimutasikan ke kota lain selama tujuh tahun dan sekarang baru kembali, makanya baru sekarang saya bisa menyampaikan pada bapak. Semua Allah yang mengaturnya. Bapak banyak-banyak bersabar. Isteri bapak isteri yang shalehah, beberapa menit kami melakukan operasi tiba-tiba saja dengan tersenyum ia mengucapkan kalimat syahadat dan tidur. Di monitor jantungnya langsung berhenti. Wajahnya memancar aura orang yang taat pada Allah swt, Rasul saw, suami, dan orang tuanya. Karena baru kali itu saya melihat kematian yang tenang seperti isteri bapak. Bahkan sempat bersyahadat. Seperti sedang melihat malaikan menjemputnya dengan senyum.”
“terima kasih pak. saya benar-benar tidak tahu. Ini semua karena
Allah yang mempertemukan kita ya pak.” Heri menahan tangisnya. Ia ingin
menumpahkan segalanya pada Allah swt. Anaknya, Inka selamat, isterinya
menyimpan catatan lama. Setelah beberapa hari merawat dan menjaga Inka di rumah
sakit. Ayah minta cuti dari kantornya. Hanya fokus mendampingi Inka. Ayah masih
teringat dengan catatan yang diceritakan dokter. Hari senin Inka sudah boleh pulang
ke rumah. Kata dokter, Inka harus banyak istirahat ya nak. Jangan banyak
fikiran atau baca buku yang ringan-ringan saja ya.” Jelas ayah. “siap bos! He
he.”
Hari senin tiba. Inka pulang bersama ayah. Saat sudah tiba di
rumah. Inka digendong ayah ke kamarnya. Menyuruh Inka istirahat, dan
melanjutkan aktifitas kembali. Hari itu, ayah segera beranjak ke kamarnya.
Mengambil sebuah bingkai foto yang terletak di dinding atas kasur. Melihat foto
pernikahannya, butiran putih itu mendarat deras di pipi. Matanya lembab hingga
merah. “sayang, aku masih mencintaimu.”
Ternyata pas dipegang bingkai itu, semacam berat. Ada yang
bergeser-geser di dalamnya. Segera Ayah membuka beberapa baut yang ada di empat
sisi bingkai. Benar. Ada sesuatu di dalamnya. Ia sangat yakin. Setelah
membukanya, ada sebuah buku berwarna coklat. Buku itu semacam buku kerja/buku
note book. Di sebelah sisi kiri bawah tertulis nama isterinya Putri.
Ayah membuka isi buku itu. Lembar pertama berisi tentang cerita
pertama kali bertemu dengannya. Hari dimana lanching buku Putri dan saat Heri
bertemu dengan Putri pertama kali. Lembaran-lembaran berikutnya tentang
kisah-kisah mereka selama di rumah, lucu, haru, sedih, senang, semua ada. Dalam
hati, Heri bergumam, “kenapa aku tidak tahu tentang catatan ini? Kapan ia
menulisnya? Apakah saat aku sedang tidur? Dan ia tidak ingin mengganggu
istirahatku? Ya Allah, isteriku...”
Satu kalimat yang menarik untuk kuulangi berkali-kali membacanya,
Teruntuk suamiku tercinta, aku sangat bahagia hidup bersamamu.
Tanpa kurang sedikitpun perhatian, kasih sayang, pengorbanan, yang ayah berikan
untukku, mama mencintai ayah karena Allah. Semoga kita bisa kembali bersatu di
syurga nanti. Karena ayah suami yang shaleh, moga Allah selalu menyayangi ayah.
mama tahu umur mama tidak lama lagi di dunia, jangan bersedih ya ayah. mama
masih ada di hati ayah.walaupun raga dan masa yang berbeda, mama yakin kita kan
bertemu kembali. insyaAllah di Jannah kelak. Jaga baik-baik anak kita, Inka.
Moga Inka bisa menjadi anak yang shalehah, hafizah, cantik hati dan pribadinya
dan lebih, lebih, dan lebih baik dari mama. Mama Mencintaimu setulus hati,
terimakasih telah memberi memori indah dalam sisa umur mama.
Dengan
segenap cinta dan sayang
Putri
“Ayah juga mencintai mama karena Allah, ayah janji akan menjaga
Inka baik-baik ma.”
Catatan itu menjadi semangat hidup baru untuk ayah. Pergi ke kantor
semangat. Mengantar Inka sekolah semangat. Apa-apa yang dilakukan penuh senyum
dan makna. Semakin hari Inka semakin tumbuh cantik. Hafalan al-Qurannya kian
bertambah seiring bertambah umurnya juga. Ayah belum juga menikah lagi. Inka
sempat bertanya, “ayah, ayah tidak cari mama baru untuk Inka?”
“memangnya, Inka gak mau dijagain sama ayah ya?”
“bukan gitu maksud Inka, ayah gak cari kawan hidup gitu, he he he”
“ternyata anak ayah udah besar ya! Udah ngerti. Inka sekarang
umurnya udah 18 tahun, malah seharusnya ayah yang cari calon untuk Inka,.”
“kok jadi Inka yang dicari calon? Oke,oke. Nanti kalau Inka nikah,
ayah kan tinggal sendiri, Inka jadi kawatir ayah.”
“gak apa-apa Inka, ayah sudah terbiasa sendiri kok.”
“yakin ni gak papa?”
“Inka, fokus hafal al-Qurannya aja ya, sampe 30 juz baru Inka
nikah.”
“ia ayah. Memang Inka mau tamatkan hafalan al-Qurannya dulu, baru
Inka nikah. Inka akan tetap jagain ayah.”
“ia. Anak ayah yang meutuah (baik dalam bahasa Aceh, karena
Heri keturunan Aceh sebenarnya).”
“Inka sayang ayah karena Allah.”
“ayah juga.”
Setelah Inka menamatkan hafalan al-Qurannya, Inka mendapat anugerah
rezeki luar biasa. Inka dibiayai kuliah di Madinah. Ia harus berangkat, tak
hanya itu. Satu keluarga boleh ikut ke Madinah. Saat itu, Inka dan ayah
berangkat ke Madinah. Berkah luar biasa, kantor tempat ayah Inka bekerja
mempunya unit kerja di Madinah, ayah Inka dimutasikan ke Madinah. Lengkaplah
sudah kebahagiaan. Inka kuliah di Madinah beserta ayahnya yang juga bekerja di
Madinah.
"yah, andaikan mama ada di sini sekarang, pasti mama akan sangat senang ya yah."
"ia Inka, mama juga senang di sana. bersama orang-orang yang dilindungi oleh Allah swt. dan semoga kita bisa berkumpul nanti di syurga ya nak. yang penting Inka harus jaga benar-benar hafalan al-Qurannya. karena orang yang menghafal al-Quran kelak akan menghadiahkan mahkota indah untuk kedua orang tuanya. Inka akan bisa bertemu dengan mama dan ayah. nanti. InsyaAllah aamiin...
"aamiin ya Rahmaan."
Suatu malam, Heri berbisik mesra, isteriku tercinta, lihatlah
Inka memang luar biasa. Ia tidak hanya tumbuh cantik, ia juga sudah menjadi
Hafizah sekaligus mahasiswa peraih beasiswa di Universitas Madinah, ayah pun
turut dipindahkan tugas ke Madinah, jadilah kami semakin dekat dengan rumah
Allah. InsyaAllah tahun ini ayah dan Inka naik haji, semoga kita tetap bisa
bersama di syurga nanti, itu doa ayah. Aamiin ya Rabb.
Kadang
cinta tak memerlukan alasan untuk terus memberi, disaat raga dan jiwa tak
bersatu tapi tak menyurutkan cinta yang ada dan mekar di hati. Karena cinta itu
anugerah Allah dan Allah juga yang akan menjaga kesucian cinta di dalam
Kuasa-Nya.
keren terharu dan sangat menarik perhatian ketika membaca, semoga tulisan ini menjadi Inspirasi banyak orang ^_^
BalasHapussalam cinta dari kami untuk mu sahabat ku
aamiin... mksih rahmah, salam cinta juga untuk rahmah :-D, shahibaty
Hapus