Oleh: Nur Anshari
Apalah arti
sebuah nama
Hanya
sebaris kata yang tak mampu bergerak
Tapi
bagiku, arti nama itu penting
Teramat
penting seperti hidupku sendiri
Karena,
orang tuaku, memberi namaku
Dengan
mempertaruhkan hidupnya
Dengan
cucuran air mata seorang mamak yang melahirkanku
Dengan
pengorbanan seorang ayah menafkahi kami
Sepenting
itulah arti namaku
Dan tak
akan pernah aku sia-siakan
Terimakasih
ayah dan mamak
Yang
telah memberikan nama dan arti yang baik
untukku
Siang dan malam terus berganti. Menit dan jam terus bergantian
menyusul hari. Aku yang terduduk lesu di bangku sudut ruang kelas tak bisa
berbuat banyak. Apakah ini akhir dari segalanya? Apa gunanya jika aku hanya
menjadi pengecut. Tak berani menatap dunia. Hanya bisa duduk terpekur bak mayat
hidup sambil meratapi nasib kehidupan. Tidak. Tidak benar ini. Aku harus
bertindak.
Tapi, apalah daya. Hanya sebulir harapan yang tak berbenih. Hanya
seuntai kata yang tak bisa berubah. Aku takut. Aku lemah. Aku tak mampu
apa-apa. Percuma saja memanggil namaku. Toh, namaku tak akan mencerahkan
siapa-siapa. Jangankan mencerahkan orang. Untuk member cahaya pada diriku
sendiri saja aku tak mampu.
Ini mengisahkan tentang aku. Aku di usia yang masih sangat belia.
10 tahun, umur yang masih sangat muda untuk memikirkan tentang arti sebuah
nama. Tapi bagiku itu sangat penting. Sama pentingnya dengan bagaimana aku
menyayangi keluargaku seperti aku menyayangi diriku sendiri. Awal dari kisah
ini, saat aku duduk di sekolah Madrasah Ibtidaiyah. Salah seorang guru mata
pelajaran agama kalau tidak salah. namanya juga sudah lupa. Maklum saja, ini
kisah yang berumur hampir 11 tahun lalu.
11 tahun, bukan waktu yang singkat bagi seorang Nur Anshari
mengenal makna dari namaku. Awalnya guru MIN (Madrasah Ibtidaiyah Negeri)
memberi PR kepada anak-anak didikannya untuk bertanya kepada kedua orang tua
masing-masing tentang arti nama mereka. Semua
murid mengiyakan PR guru itu, tapi keadaanku tidak begitu baik. ekspresiku
berubah. Aku sontak kaget. Namaku punya arti tidak ya?
Pagi itu, bagai gelegar petir bagi anak belia sepertiku, namun
tidak pada anak-anak lainnya. Gurat wajah ceria dan gembira anak-anak lainnya
saat memegang es lilin jajananannya. Tapi, aku masih terbayang dengan apa arti
namaku? Aku sepanjang di sekolah itu bagai tak bernyawa. Lebih banyak diamnya.
Tidak bermain. Aku menantikan waktu pulang segera datang. Agar aku bisa bertemu
mamak dan bertanya apa arti namaku.
Alasan kenapa aku sampai linglung dengan pertanyaan guru itu dan
membuatku resah karena aku dan sifatku. Aku teringat dengan beberapa
kelakukanku yang kurang baik terhadap kakak-abang, adik, terlebih mamak dan
ayah. Aku yang sering sekali membuat mamak marah dan bersedih. Aku yang sering
membuat keluarga sakit kepala dengan kenakalan dan kebandelanku. Waktu pulang
sekolah ayolah cepat datang. Aku ingin berjumpa mamak dan bertanya segala hal.
Waktu terus berjalan. Bumi terus berputar. Hari berganti hari, bulan
berganti bulan. Bahkan tahun berganti tahun. Sekarang 11 tahun yang sudah
terlewati. Aku tumbuh menjadi gadis 21 tahun, energic dan berbudi luhur.
(hehehehe itu kata mamakku ya). Pagi itu, dengan wajah sumringah klienku
bersikukuh tidak jadi bercerai dengan suaminya dan berusaha memaafkan kesalahan
suaminya serta membangun kembali keluarga besarnya.
Aku yang 11 tahun lalu seorang yang pengecut, penakut, kini sudah
menjadi seseorang yang berguna. Aku pekerla lepas untuk memberi bantuan kepada
siapa saja. Sekarang profesiku adalah konselor/penasehat keluarga. Lebih
detilnya, nanti lihat saja di profil penulisanku ya. Tapi, gimana ceritanya
dengan kisahku 11 tahun lalu yang ingin bertanya pada mamaknya apa arti namaku?
Inilah kisah nya.
11 tahun lalu, aku yang diberi tugas oleh bu guru tentang mencari
arti namaku. Aku berlari menuju rumah saat jam pulang sekolah. Di depan teras
rumah abangku sudah pulang. Ia sedang melepas sepatu. Aku langsung bertanya
pada abang.
Aku: “bang, arti nama Sari apa? Bu guru kasih PR.”
Abang: “arti nama Sari itu, dalam bahasa Arabnya gak ada.”
Aku: “kok gak ada?”
Abang: “ia, kalau Sari aja gak ada arti dalam bahasa Arab. Tapi
nama lengkap sari kan Nur Anshari artinya Cahaya Penolong.”
Aku :”nah, itu ka nada artinya. Tapi arti nama Sari cahaya penolong?”
Abang: “ia”
Lantas, aku berlari naik kelantai 2 rumahku. Aku duduk terdiam. Kakiku
duduk berdiri sejajar dengan badan. Tanganku lurus mengambil cermin kecil
sambil menatap wajahku. Benarkah yang dikatakan abang? Namaku Cahaya Penolong?
Tapi, apa yang telah kulakukan selama
ini tidak mencerminkan arti namaku? Bandel, suka membantah, tidak mau membantu
orang tua. Ya Alllah aku mohon ampun. Seketika aku turun berlari menuju
mamakku. Meragkulnya dan memeluknya sambil menangis tersedu. Maafkan Sari
mamak.
Seketika itu, aku rajin shalat, membantu orang tua, tidak nakal
lagi, dan selalu berusaha menjadi yang terbaik. Aku terus berdoa kelak menjadi
orang yang berguna dan bisa menolong orang lain. Dan tahun terus berganti, aku
tumbuh menjadi gadis yang giat belajar dan menolong orang tua. Mamak yang di
usia yang tidak muda lagi harus membantu menaikkan ekonomi keluarga agar
anak-anaknya bisa terus melanjutkan pendidikan.
Sampai suatu saat aku duduk di bangku Madrasah Aliyah. Aku sempat
ragu, seharusnya aku ambil kuliah di jurusan apa. Dengan skill yang seadanya
aku masih ragu dengan pilihan yang akan aku ambil. Kuliah di keguruan rasanya
tidak terlalu cocok dengan perawakan tegas dan mimik wajah kurang bersahabat.
Nanti, murid-murid bukannya suka melihatku dan pelajaranku, malah mereka takut
terbirit-birit bila melihat ku marah. Aku sempat berkonsultasi dengan beberapa
guru Madrasah Aliyahku. Jawabannya sama dengan jawaban kebanyakan orang
untukku. Masuk saja jurusan guru.pilih pelajaran yang disukai.
Tapi, hati dan kemauanku bukan di situ. Aku tidak sepandai dan
setelaten kakak-kakak yang ramah dan tidak gampang marah. Aku berinisiatif
ingin seperti abangku. Kuliah di jurusan Hukum Keluarga. Nanti bisa jadi
pengacara. Dan niatku kuutarakan sama abangku. Abangku menyetujui, namun dengan
berat hati. Karena tidak mudah kuliah hukum di kotaku. Karena jurusan hukum di
kotaku lebih menjurus ke Hukum Tata Negara. Perempuan lebih bagusnya kuliah di jurusan Guru. Akupun
mengiyakan kuliah di jurusan Guru Bahasa Arab. Karena aku memikirkan mamak dan
ayah.
Demi mamak yang ikhlas berjualan sayur di pagi hari. Demi ayah yang
tak lelah berjualan alat-alat sekolah dipagi hingga malam tiba. Aku harus
membuktikan dan mendayagunakan arti namaku di tempat yang tepat. Ternyata Allah
punya rencana lain. Aku yang pada awalnya bersikukuh kuliah di jurusan Hukum akhirnya
dikabulkan Allah lewat jalur beasiswa pula. Tapi, hukum yang kugeluti bukan di
bidang Hukum Tata Negara, tapi Hukum Keluarga. tekatku agar kelak menjadi
pengacara yang handal dan berkompeten membantu permasalahan keluarga. Menolong
keluarga yang berada di ujung tanduk biduk rumah tangga. Agar kembali bersatu
dan membuka lembaran baru.
Dan Alhamdulillah doaku terkabul. Alllah mengijabaah doa hamba yang
senantiasa berusaha dan berdoa. Konselor keluarga: Nur Anshari mahasiswa
lulusan Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam UIN Ar-Raniry yang bercita-cita
menolong dan membantu sesama sesuai dengan arti namaku. Cahaya Penolong. semoga
tetap menginspirasi dan mampu membantu permasalahan keluarga. Aamiin.
Komentar
Posting Komentar