Oleh: Nur Anshari
Bus yang membawa rombongan Mahasiswa KPM-PAR UIN Ar-Raniry
berangkat jam 09.00 WIB. waktu yang sudah kendur dari jadwal yang telah
ditetapkan oleh panitia. Aku sudah berada di teras gedung yang dituju oleh
beberapa bus yang akan berangkat. Sangking semangatnya aku terlalu dini
berangkat. Pukul 7.00 sudah bertengger rapi di sana.
Matahari menyambutku di teras itu. Sudah ada dua, tiga, empat,
bahkan beberapa orang tiba setelahku. Aku menyoroti sekeliling. Tak ada teman
yang ku kenal. Aku hanya bisa menunggu. Tak ada kegiatan yang lain yang bisa
kulakukan saat itu. Dalam hati aku bergumam “seharusnya tidak usah datang
cepat. Bosan.”
Sepuluh menit kemudian suasana di gedung yang sudah dipenuhi
beberapa mahasiswa ber-jas biru telah berkumpul. Ada temanku yang baru turun
dari sepeda motor. Ia membuang senyuman manisnya padaku.
Susan : “Risa, udah lihat
no. bangku mobil?”
Risa : “Udah San,
bangku no. 2. Belum lihat ya? Masuk aja kedalam, ada ditempel di papan
pengumuman.” Sambungku dengan membuang senyum manis juga padanya.
Susan : “ia, aku masuk
dulu ya.”
Risa : “ia”
Percakapan itu hanya singkat. Aku berharap bisa mengobrol dengan
dia untuk mengusir bosan. Teman yang baru kukenal saat pembekalan KPM seminggu
lalu. Tapi, biarlah. Kembali aku memusatkan perhatian pada mahasiswa lainnya.
Teman satu unit denganku belum nongol. Huh sendiri lagi… desahku dalam hati.
Beberapa menit kemudian.
Susan : “aku duduk di sini
ya, Ris.”
Risa : “ia. Eh, Susan
mana kopermu?”
Susan : “ tuh di depan.”
Risa : “besar ya
kopernya. Banyak kali bawaannya.”
Susan : “hehehe. banyak
dikit.”
Suara sepeda motor yang dimatikan di depan kami memutuskan
pembicaraan. Kopernya yang besar berhasil mendarat ke lantai semen dengan aman.
Sambil tergopoh dengan menahan berat ia menyapaku dengan ramah dan senyumnya
yang manis.
Bela : “Risa, tolong
jaga koper ini sebentar ya. Aku mau ambil koperku di rumah. Yang ini punya
temanku.”
Risa : “ia boleh.”
Secepat kilat ia kembali menaiki sepeda motor yang dikendarai oleh
kakak-kakak dan sepertinya itu kakaknya. Saat itu juga Susan disapa oleh
temannya. Lengkap sudah. Susan sibuk berbincang ria dengan temannya itu.
Tampaknya mereka teman akrab. Lhah… aku harus menunggu sendiri lagi.
Suasana di sana terasa ramai bagi orang lain. Tapi tidak bagiku.
Aku masih merasa bosan. Dari lirikan mataku di arah jam 9 aku melihat ada dua
orang laki-laki sedang bercakap-cakap dengan temannya. Sesekali mereka tertawa.
Aku membayangkan andaikan aku mempunyai teman yang bisa membuatku tertawa
layaknya lak-laki diseberang sana. Tentu aku tidak akan merasa bosan seperti
ini.
Dalam hati aku membangkitkan semangat diri. Is ok Risa. Tak
masalah. Aku bisa melewati masa bosan selama dua jam menunggu toh ini salahku
sendiri yang datang terlalu cepat. Lalu kupusatkan perhatianku pada sosok cewek
yang ada di depan taman dekat dengan tempat yang aku duduki sekarang. Ia nampak
anggun dengan pakaian modisnya. Wajahnya yang diselimuti kulit berwarna putih
dengan mata besar menambah cantik parasnya. Kakinya dibalut dengan busana gamis
baru saja turun dari mobil CRV memberi nilai plus lainnya. Dalam hati aku
bergumam. “aku akan membawa anak-anakku dengan mobil kelak.”
Waktuku melihatnya saat itu menambah semangatku menempuh tugas
akhir ini. Aku ingin melihat berbagai sisi kehidupan mahasiswa yang mengikuti
tugas akhir sepertiku. Sepintas aku berargumen pasti mahasiswanya ada yang
berasal dari keluarga kaya, bahkan berprestasi lagi. Buktinya ia berhasil
mengikuti KPM PAR yang terkenal dengan testing dan persyaratannya yang harus
selesai skripsi minimal bab 2. Yang kuceritakan mahasiswa tersebut baru saja
turun dari CRV tadi.
Ada juga yang mencuri perhatianku. Sosok gadis berkerudung biru
yang baru turun dari sepeda. Lebih sederhana daripada aku. Aha. Aku juga harus
melihat ke bawah. Masih ada orang yang lebih sederhana dari pada aku. Tentu aku
harus mengajarkan pula arti kesederhanaan pada anakku kelak. Tak semua yang
kita idam-idamkan dalam kehidupan bisa terwujud. Tentu saja kita tetap harus
mempunyai target hidup. Tapi, jika target tak tercapai tak sampai harus
menurunkan minat dan semangat kita untuk terus maju. Aku melihat lagi pas di
arah jam 2 dari posisiku ada seorang ayah yang mengantar anaknya yang akan
berangkat jauh darinya. Sang ayah tidak langsung pulang.
Ia memberi beberapa nasihat pada anaknya. Aku tak mendengar nasihat
apa itu. Tapi yang pasti aku paham pula satu hal. Bahwa orang tua mengantarkan
anaknya sekaligus mendoakan kesuksesan bagi anaknya dalam segala lini
kehidupan. Tak pernah terbayang besarnya jasa dan pengorbanan orang tua. Masak
sih, aku lesu cuma gara-gara menunggu?
Aha, terus di samping sebelah timur tempat kakiku berpijak. Aku
melihat ibu-ibu yang mendampingi putrinya. Ibu tersebut nampak tua dan
berkeriput di wajahnya. Kelihatan sekali muka capainya. Namun, putrinya dengan
baik pula duduk di sampingnya. Aku teringat dengan ibuku, sendainya ibuku ada
di kota ini. Aku pasti merasakan hal yang sama dengan putri ibu tersebut.
Ibu-ibu itu nampak ceria melihat putrinya akan melangkah pergi jauh darinya
bukan untuk keburukan. Namun untuk membanggakan dan membahagiakan kedua orang
tuanya.
Orang tua tak mengharapkan balasan. Namun tetaplah ingat jasa kedua
orang tuamu. Bahkan hingga kamu dewasa pun, orang tua juga masih menjagamu dan
menyayangimu. Hingga kamu sudah berkeluarga sekalipun, orang tua masih ingin
memberi petunjuk kehidupan yang benar dan lurus kepada anaknya. Kalau aku
pikir-pikir. Tak selamanya menunggu itu buruk. Memang sih membosankan tapi,
jika kita pandai memanfaatkannya ke hal-hal yang berguna, maka tak ada salahnya
menunggu.
Sekarang aku faham, bahwa pergi cepat pagi itu membawa hikmah bagiku
agar senantiasa bersyukur. Tak selamanya menunggu itu menjengkelkan tapi bisa
jadi itu hal yang harus kita syukuri. Karena dapat melihat kejadian sekitar
lingkungan dan mengambil pelajaran. Bapak ketua P2M keluar dari gedung. Beliau
memberi arahan sekaligus melepaskan kami menuju daerah yang perjalanannya
membutuhkan waktu 6 jam. Ia, untuk mengabdi pada masyarakat. Menunggu? Is OK.
Komentar
Posting Komentar