Misteri (Saat Jin Datang Mengganggu)




Oleh: Nur Anshari
 
Pagi itu, mentari terbit dari sebelah timur seperti kemarin. Hawa panas sinarnya tidak sampai membuat kami panas. Ada yang menarik perhatian kami. Si Juminten terlihat lemah di peraduan kasurnya. Matanya yang hitam dibalut kelopak yang gelap menambah rona pucat wajahnya. Jangan-jangan ia sedang sakit.

Cici                    : “Juminten, mukamu pucat. Sakit apa?”

Juminten            : “ia, kepalaku berat. Kayaknya sinusitisku kambuh.”

Halimah : “apa yang harus kubantu? Atau kita ke puskesmas sekarang?”

Juminten            : “jangan, aku tidak mau. Aku mau istirahat saja di sini.”

Cici                    : “makan roti dulu, karena yang ada Cuma roti.”

Juminten            : “ia”

Selagi juminten tengah mengunyah rotinya, aku mengambil beberapa cucian kotor dan menyucinya. Butuh waktu dua jam untuk menyelesaikannya. Sedangkan Halimah melanjutkan tugas menulisnya di laptop kerjanya. Kami bertiga tinggal di sebuah rumah sewa yang berada di samping pabrik batu bata. 

Menjalani masa penelitian di kampung yang sudah ditetapkan pihak kampus yang mengutus kami. Bisa dikatakan kampung ini termasuk kampung yang jauh dari hiruk pikuk perkotaan. Kampung sukamakmur yang terletak di kecamatan Megah Jaya tertulis rapi nama kami bertiga sebagai peneliti kehidupan masyarakat di sini.

Aku sedikit kawatir dengan Juminten, jangan-jangan kejadian yang menimpa teman peneliti lainnya telah menyebar hingga ke desa ini. Aneh, sehari yang lalu salah seorang teman penelitian dari kampus lain diserang oleh gangguan dari makhluk ghaib. Percaya atau tidak, persitiwa kesurupan terjadi. Dalam Islam, kesurupan itu bisa disebabkan karena kelemahan dari segi bathiniyah. Kekosongan jiwa dan raga serta frekuensi melamun yang sering dilakukan bisa menjadi penyebab awal makhluk ghaib masuk ke tubuh insan tersebut. Semoga saja temanku Juminten tidak sampai terkena.

Pagi itu terasa panjang dan berliku. Cucian telah selesai dikerjakan, sudah waktunya merebahkan sebentar tubuh di kursi dan meneguk segelas air. Haus. Halimah mendapat telpon dari utusan penyurvei dari kampus. Aku mendengar apa yang ingin diucapkan olehnya. Dengan sangat tiba-tiba penyurvei itu datang ke tempat kami dan meminta kami membuka pintu rumah. Yup, ia sudah berada di depan pintu. Waduh, tugas baru menanti. Kasihan Juminten yang tengah sakit juga harus menahan sedikit sakitnya karena seorang Penyurvei dari kampus datang.

Hari itu berjalan dengan semestinya. Apa yang ditanyakan oleh penyurvei, kami jawab dengan baik dan apa adanya. Tetapi, kami tidak menceritakan tentang kejadian aneh yang menimpa teman peneliti dari kampus lain. Tidak ingin membuat gaduh suasana dengan cerita misteri.

Siang berganti sore, dan malam datang menjemput. Disaat menjelang maghrib tersebut, Juminten merasa tidak tahan lagi dengan sakit yang sudah menjalar ke leher, tenggorokan, dan dibawah telinganya. Ia menelpon Uminya yang bekerja sebagai perawat. Beliau menyarankan untuk menggunakan pucuk daun geletuk (jambu biji) sebagai pengurang rasa sakit. Selanjutnya kami menuruti dengan baik apa yang disarankan uminya. Berjalan menyusuri jalan setapak menyisiri persawahan warga kampung ini. Tak sengaja bertemu dengan salah satu warga,

Bu Nilam           : “ho neu jak?” (mau pergi kemana?)

Halimah : “yak mita, on geuletok.” (mau cari daun jambu biji)

Bu Nilam           : “keupeu?”

Halimah : “ngon long, Juminten teungoh saket. On geuletok ke peupuleh saket.” (teman saya, Juminten sedang sakit, daun jambu biji untuk obatnya)

Bu Nilam           : “oh, na bak chek mi.” (oh, ada tempat cek Mi) sambil membawa kami menuju tempat cek Mi, “cek Mi, awak nyoe yak lakee on geuletok yang pucok jih” (cek Mi, ada adek-adek ini mau minta daun pucuk jambu biji.”

Chek Mi : “jeut, cok ju” (bisa, ambil saja)

Halimah dan aku mengambil pucuk daun itu, pelan-pelan memilih dengan cermat. Aku berdoa, “Ya Allah semoga temanku, lekas sembuh. Aamiin.” Terus yang membuat heboh cerita ini, Bu Nilam member pernyataan yang mengandung misteri. Kadar misterinya mampu membuat bulu kuduk berdiri. 

Bu Nilam           : “ci lakee ubat mirah sama aneuk-aneuk dari kampus laen yang sakeet barosa. Be bagah puleh. Kadang na Jin yang ganggu, iduk bak taku olehnyan menjalar ke bagian yang laen.” (coba minta obat merah sama anak-anak dari kampus lain yang sakit kemarin. Supaya lekas sembuh. Kadang ada jin yang mengganggu. Dia duduk di bagian leher kemudian menjalar di bagian-bagian tubuh yang lainnya).

Aku dan Halimah merinding mendengarnya. Halimah langsung mengambil tindakan menelpon teman kami yang sakit Juminten. Halimah menceritakan apa yang diceritakan oleh Bu Nilam dan yup Juminten tidak mau memakai obat itu. Karena ia tidak pernah memakainya sebelumnya. Jadi, tidak berani pakai. Kami juga menjelaskan dengan bu Nilam secara baik-baik agar mengerti dan tidak tersinggung perasaan. 

Kami pulang ke rumah sewa saat tangan erat memegang pucuk daun geuletok. Yup, pucuk daun tersebut setelah mendarat dengan tepat di atas tapak tangan Juminten langsung mendarat lagi ke mulut dan rongga gigi-gigi untuk dikunyah. Lalu ditelan. Aku mengajak mereka berdua masuk ke rumah. Menyarankan mereka agar membaca surat Yasin untuk meminta pertolongan Allah Yang Menguasai seluruh Alam seisinya. 

Juminten mengambil air wudhu, dilanjutkan oleh Halimah dan aku. Kami mengaji dengan suara yang besar. Membaca ayat per ayat surat Yasin. Juminten tampak yang paling khusyuk di antara kami. Ketika sampai di bagian ayat “Salaamun Qaulam Min Rabbirrahiim” itu dibaca tiga kali sambil berdoa di dalam hati ya Allah berilah kesembuhan pada penyakit yang menimpaku”. Dan beberapa menit setelah itu, pembacaan Yasin selesai. Tiba-tiba.
 
Juminten            : “Cici, aku punya cerita”

Cici                    : “apa?”

Juminten            : “Alhamdulillah sakit di leherku hilang total, tinggal tenggorokan aja yang agak perih dikit. Makanya tadi aku baca Yasin besar-besar, aku merasa ada makhluk yang duduk di bahu sampai leher.  Berat kali rasanya. Tapi setelah baca Yasin dan meminta pertolongan Allah rasa berat pelan-pelan terasa ringan dan sekarang sudah ringan sekali dan tidak terasa apa-apa lagi. Allah mendengar dan mengabulkan doaku.”

Cici dan Halimah : “Alhamdulillah, terimakasih ya Allah. Tapi, aku jadi merinding. Berarti benar ada jin yang mengganggu kita?” 

Juminten            : “yang penting kita hanya takut pada Allah, tak boleh takut pada selain-Nya. Waktu kita tinggal sebentar lagi kok di sini. Bentengi diri dengan ibadah dan ilmu, kuatkan bathin dengan zikir dan ingat pada Allah. Jangan pernah kosongkan pikiran. Dan istiqamah lakukan segala kebaikan. insyaAllah jin akan jauh dari kehidupan dan tidak akan mengganggu kita lagi.

Aku dan Halimah mendengarkan dengan baik. dan mencoba terus mencoba memperbaiki dan membentengi diri dengan mendekatkan diri kepada Allah. niatkan segala perbuatan kita, karena Allah. beribadah seikhlas dan sekhusyuk mungkin serta hanya untuk Allah. Zikir dan sibukkan diri mengingat Allah dan rasul-Nya. insyaAllah segala misteri dalam kehidupan akan mampu kita lewati. 

Tentunya, jika kita merasa sedang sakit yang disebabkan oleh makhluk lain, jangan sekali-kali mengadu dan mendatangi dukun yang memelihara jin juga. Hal itu termasuk syirik, jika mempercayai kekuatan selain Allah swt. Minta ampunlah pada Allah dan minta bantuan pada-Nya.  Karena Allah yang menguasai alam beserta isinya. Allaahuakbar!

ada tips untuk membentengi diri dari gangguan sihir, jin dan sebagainya.bacalah dan lebih baik lagi hafal surat Yunus ayat 81 yang artinya "Maka setelah mereka lemparkan, Musa berkata: "Apa yang kamu lakukan itu, itulah yang sihir, sesungguhnya Allah akan menampakkan ketidak benarannya" Sesungguhnya Allah tidak akan membiarkan terus berlangsungnya pekerjaan orang-yang membuat kerusakan."
 
*diadaptasi dari kisah nyata, nama dan tempat disamarkan.

Komentar

  1. kalau boleh komen, banyak x pengulangan kata Yup.
    terus ada kalimat yang multitafsir tanpa ada tanda baca yang jelas. seperti 'Kami pulang ke rumah sewa saat tangan erat memegang pucuk daun geuletok'. maksudnya apa? hhe..
    udah mantap sari, sudah sangat rajin menulis. saluutt :) ayoo tingkatkan

    BalasHapus
  2. ia, makasih sudah berkunjung :-)

    BalasHapus
  3. hehehe ia kak Husna, alur cerita sari masih amburadul. tapi akan sari perbaiki. makasih kak komennya. :-) keep writing all time... :

    BalasHapus

Posting Komentar