Bulan dan Matahari selalu bersama.
Pergi sekolah sama-sama. Pulang sekolah bareng-bareng. Main ditempat yang satu,
rumah awan. Tak selang beberapa saat datanglah petir ingin mengoyak-ngoyak
persahabatan Matahari dan Bulan.
“Bulan, kamu tau gak, selama ini Awan
tertarik loh sama sahabat kamu Matahari?” rayu Petir.
“ah, itu mah biasa. Matahari kan
cantik, siapapun pasti senang berada di dekatnya.”
“Tapi, Lan, yang ini beda. Kayaknya
Matahari juga suka deh sama Awan.”
“Itu bagus dong. Berarti Cinta Awan
gak bertepuk sebelah tangan.”
Duh
anak ini, makin dipanasin, dingin-dingin aja tuh. Bathin Petir agak beringas dengan jawaban Bulan.
“Trus, kamu suka sama siapa Petir?
Jangan-jangan kamu mendam diam-diam hati kamu sama Mahatari ya? Cemburu?”
selidik Bulan seperti tak punya rem dengan segudang pertanyaannya.
“gak Koq, aku sudah suka dengan
orang lain.”
“Siapa?”
Kamu,
Bulan. Sembunyi
bicara dalam hati lagi.
“kok ngelamun?”
“hah, gak kenapa-kenapa.”
“Tapi, pertanyaan aku belum dijawab
lho?”
Kabur…segelintir langkah seribu
ditancapkan oleh Petir. Sesuai namanya, ia memang secepat kilat. Hatinya bak
disambar petir beneran gara-gara dengar pertanyaan dari Bulan. Ia akui memang
selama ini diam-diam ia selalu memperhatikan gerak-gerik Bulan. Hingga
bela-belain nungguin Bulan didepan rumahnya sepulang sekolah tanpa berniat
menemuinya. Cukup memandang dari jauh Bulan saja sudah cukup. Nihil kemungkinan
bisa bersama dengan Bulan. Mata lentik dibalut dengan pipi tembem, ditambah
lagi dagunya yang runcing, menambah kedahsyatan wajahnya. Cukup membuat
cowok-cowok disekolah terpana.
sampai dirumah seperto biasa, Bulan
segera menemui sahabatnya, Matahari. Rumah mereka bersebelahan. Karena Matahari
dan Bulan memang sahabatan dari kecil, jadi wajar kalau mereka pasti suda tau
hati dan perasaan masing-masing. Persahabatan dan percintaan adalah dua hal
yang ingin mereka jalani bersama. Jadi, sebelum Bulan mendapatkan pacar maka
Matahari juga gak mau pacaran. Tentu, tetap dengan kepribadian masing-masing
yang pada saat-saat tertentu pasti mengalami perbedaan yang mencolok. Termasuk
juga dalam hal penampilan.
Matahari lahir dari keluarga
pejabat. Rumahnya bertingkat layaknya, hotel berbintang lima. Sebagai pemilik
sebuah perusahaan terkenal di Batam, Orang tuanya adalah orang terkaya di
Komplek Cempaka , tempat mereka tinggal. Kehidupan Matahari tak jauh dari
hingar-bingar kehidupan orang-orang kaya. Tetapi, Matahari senantiasa bersahabat dengan BUlan yang jauh berbeda
sekali kehidupannya dengan Matahari. Bulan berasal dari keluarga yang
sederhana. Orang tuanya yang hanya karyawan di sebuah perusahaan swasta yang
kurang ternama di Batam juga. Namun tak sedikitpun mempengaruhi Bulan untuk
mengikuti gaya hidup sahabatnya Matahari yang berasal dari kalangan elit. Tetap
dengan kepribadian masing-masing mereka terus saja berteman. Bahkan akrab
sekali.
***
“ayuk, kita berteman. Bulan” Sapa
gadis berpita pink, rambut yang dikuncir kuda, cantik sekali.
“apa? Matahari mau berteman
denganku?”
“tentu saja.”
Senyum simpul berkelibat di wajah
Bulan. saat itu umur mereka berdua baru
lima tahun. Tapi, Matahari yang duluan meminta pertemanan dengan Bulan. Mungkin
masih anak-anak. Bebas memilih siapa saja temannya.
“Bulan, kerumahku, banyak boneka di
kamarku. Main sama aku ya.”
“mau. Aku mau sekali Matahari.”
“heheh…kita teman ya.”
“ia, siap tuan putri.”
Hahahah…tawa kami pecah. Gadis imut
ini, bertubuh kecil, dengan rambut panjang tergurai dibelakang. Kacamata yang
manis berwarna merah menghiasi wajahnya. Bulan tak hanya manis, ia memiliki
senyum terindah buat siapa saja yang memandangnya. Karena disela-sela kedua
ujung mumutnya terselip lubang kecil rapi, lesung pipi.
Waktu terus memaksa mereka untuk
tumbuh. Matahari dan Bulan pun tumbuh berikut perbedaan-perbedaan yang terus
mencolok. Matahari semakin rajin menata rambutnya. Sementara Bulan semakin
instiqamah dengan Jilbabnya. Umur mereka saat Bulan memutuskan berjilbab adalah
lima belas tahun. Tepat saat mereka masuk ke SMA yang sama.
Teman-teman sekolah Matahari dan
Bulan mengira mereka adalah saudara kembar. Bukan kembar karena mirip, tetapi
kembar dalam hal kepribadian. Sama-sama baik dan cantik. Tetapi cantik yang
tetap berbeda tampilan.
Saat itu, Bulan teringat dengan
segala hal yang mereka alami bersama. Sampai tibalah pada topic yang menjadi
pembicaraan antara Bulan dan Petir siang tadi, selepas ekstrakurikuler.
“hubunganmu dengan Awan apa
Matahari? Akhir-akhir ini kamu deket sekali dengannya.”
“Aku hanya berteman dengannya, lan.”
“tetapi, kamu sering ajak aku
kerumah Awan untuk apa Matahari?”
“Aku senang sekali berbincang dengan
ibunya Awan, Lan. Ibunya baik sekali, mau menceritakan aku tentang masa
hidupnya, kenapa ia pakai jilbab kayak kamu Lan. Kalau aku, masih belum siap.”
“oh, ternyata begitu, soalnya, Petir
bilang…” tanganku dengan sigap menutup mulutku. Ah, hamper kebablasan. Aku
tidak boleh memberitahuakannya soal Awan yang tertarik padanya. Jangan-jangan
ntar mereka jatuh kedalam maksiat lagi. Sementara Matahari ingin merasakan
benih-benih kedamaian dalam hatinya, cahaya Islam mulai menyelimutinya.
***
Sudah menjadi hal yang wajar dikota
ini. Seseorang yang ingin mendalami ilmu agamanya tentu tidak akan terpenuhi
hanya di sekolah. Jadi, mereka membutuhkan wadah dan tempat bertanya yang lebih
terpercaya untuk memenuhi keingintahuannya tentang agama Islam. Termasuk
Matahari. Ia yang sampai sekolah menengah atas juga belum memakai jilbab sudah
mulai terpanggil jiwanya. Mungkin dengan mencari seseorang untuk bertanya ini,
sedikit demi sedikit mulai membukakan mata Matahari untuk menjemput hidayah.
“Lan, hari ini, temani aku lagi
kerumah Awan yuk, aku mau nanya sama ibunya Awan prihal hubungan antara lawan
jenis dalam Islam seperti apa.”
“siap tuan putrid, kemanapun kamu
ajak aku, InsyaAllah akan aku temani selama itu untuk kebaikan.”
“tentu lah, aku gak mungkin akan
membawamu ketempat yang buruk, aku saying kamu Bulan.”
“aku juga sayang kamu, karena Allah,
Matahari.”
Honda Jazz, warna merah melaju
dengan ramah diseputaran komplek Cempaka. Matahari terkenal cukup santai dalam
mengendarai mobilny, yang ia inginkan keselamatan dia dan sahabatnya. Bukan
untuk memamerkan kekayaannya seperti anak muda jaman sekarang. Bawa mobil
seperti bawa jet. Kecepatan mungkin selalu diatas rata-rata. Serasa dia aja
yang punya mobil.
Aku begitu kagum pada sosok Matahari.
Walaupun ia kurang mendapat pemahaman tentang agama dalam rumahnya, akibat
kesibukan kedua orang tuanya dalam mengurus sebuah perusahaan besar, tak
membuatnya mengutuk orang tuanya. Matahari tetap saying kepada keduanya, baik
ayah maupun ibunya. Tak ada sikap manja atau nakal yang terlihat seperti anak
orang kaya pada umumnya.
Matahari hanya haus pendidikan
agama. Begitulah argument yang bisa kuberikan untuk menjawab kegelisahan hati
yang menyelimuti sahabatku, Matahari. Beberapa menit kemudian, Jazz sudah
mendarat dihalaman rumah yang sangat ku kenal. Awan. Seorang teman satu kelas
kami yang begitu ramah dan baik. Ia menjabat sebagai ketua OSIS. Awan yang kami
kenal tak hanya baik, ia juga salah satu peraih peringkat di kelas kami. Itulah
sedikit-sedikit yang membuat kami penasaran dan berteman dengannya. Sampai
akhirnya tak sengaja suatu ketika mobil Matahari kehabisan bensin disekitar
rumah Awan. Aku berusaha meminta bantuan tetangga karena hari itu telah
menjelang malam.
Tentu berbahaya sekali, dikota ini
dua orang cewek berhenti ditepi jalan. Sungguh penampakan yang berbahaya. Aku
memberanikan diri memencet bel rumah disekitar sini. Alhamdulillah yang keluar
adalag Awan, teman kami. Segera awan mengeluarkan motornya dan membeli bensin
untuk mobil Matahari. Sementara kami menunggu dirumahnya ditemani oleh Ibu
Awan. Percakapan tentu saja terjalin dengan baik, Karena Ibu Awan sangat ramah.
Hingga saat ini, Matahari yang ketagihan berbincang-bincang dengan Ibu Awan.
“Matahari, Bulan , masuk-masuk. Ibu
sudah menunggu kalian didalam.” Sapa Awan menyambut kami dengan senyumannya,
gignya yang berjajar rapid an putih. Ditambah lagi alisnya yang tebal serta
jenggot ala ustad Solmed menyempurnakan raut wajahnya. Alhamdulillah ganteng
pisan, bisik Matahari yang mungkin sedikit tertangkap olehku.
“baik” serempak kami menyahut ajakan
Awan.
“Eh, Nak Matahari dan Nak Bulan,
mari duduk.”
*** bersambung.
yyayaya.,.,bereh that nyan,.,.
BalasHapus